PRINSIP TA’AWUN DALAM KONSEP WAKAF DENGAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
Abstract
Wakaf adalah salah satu lembaga Islam yang mendapat pengaturan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan wakif (orang yang mewakafkan) di akhirat karena pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Adapun fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan, peranannya dalam pemerataan kesejahteraan di kalangan umat dan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu tujuan wakaf. Penempatan asas ta’awun yang melandasi hubungan antara nazhir dengan janda yang menempati tanah wakaf tersebut sesungguhnya juga untuk memberikan makna bahwa perjanjian sewa menyewa yang pada akhirnya tidak terbentuk antara keduanya merupakan sesuatu yang memang seharusnya tidak dapat terjadi. Hubungan hukum keduanya seharusnya bukan karena motivasi mutualisme untuk saling bertukar kepentingan yang berorientasi terhadap profit, melainkan atas dasar tolong menolong yang kemudian disesuaikan dengan peruntukan tanah wakaf yang ditujukan untuk membantu mensejahterakan ekonomi umat. Perjanjian seharusnya berisi itikad baik kedua belah pihak sehingga tidak melenceng dari asas ta’awun. Pun dengan penetapan harga sewa seharusnya disesuaikan dan ditetapkan berdasarkan batasan yang wajar dan proporsional. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Peradilan Agama, dapat dilihat bahwa Peradilan Agama mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa yang berhubungan dengan wakaf. Oleh karena Pengadilan Agama mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa wakaf, maka sengketa wakaf merupakan kompetensi absolut Peradilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Analisis dari putusan tersebut adalah seharusnya kewenangan absolut dari pengadilan yang dapat menangani kasus ini adalah Pengadilan Agama dan bukan Pengadilan Negeri. Hal tersebut dapat disimpulkan dengan penjabaran kasus yang berada diatas tanah wakaf yang mana kekuasaan untuk mengadili perkara wakaf ada di pengadilan agama.
Downloads
References
Abdurrahman, 1980, Beberapa Aspek tentang Hukum Agraria Seri Hukum Agraria V, Bandung, Alumni.
Anshori, Abdul Ghofur, 2006, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta. Pilar Media.
Fadhilah, Nur, Sengketa Tanah Wakaf dan Strategi Penyelesaiannya. De Jure Jurnal Syariah dan Hukum, Vol.3 No.1 Juni. Tulungagung. STAIN Tulungagung. 2011.
Pengertian Ta’awun dan Contohnya, http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-taawun-dan-contohnya/, diakses pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 18.58.
R. Setiawan, 1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra Abadin.
Santoso, Urip, 2005, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Jakarta, Prenada Media.
Usman, Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.
Zein, Satria Effendi, Analisis Yurisprudensi, Tentang Perwakafan, Mimbar Hukum, Nomor 4 Tahun II, 191.
Authors who publish with Jurnal Hukum Magnum Opus agree to the following terms:
- Authors transfer the copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.. that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access)