ESENSI ETIKA DALAM NORMA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN

  • Tomy Michael Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Keywords: tercela, presiden, ketidakjelasan

Abstract

Di dalam UUD NRI 1945 terdapat frase “perbuatan tercela†sebagai salah satu syarat untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menimbulkan ketidakjelasan norma. Hal lainnya yaitu memasukkan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat ke dalamnya sebagai indikator perbuatan tercela. Hal ini membawa konsekuensi terhadap Presiden sebagai kepala eksekutif karena dengan adanya ketidakjelasan norma akan menimbulkan ketidakpastian hukum (muncul berbagai interpretasi). Di dalam mewujudkan indikator perbuatan tercela maka wajib menghilangkan perbuatan yang keberlakuannya dapat dinilai oleh masyarakat luas artinya di dalamnya harus mempersempit apakah yang dimaksud sebenarnya dengan perbuatan tercela.

Downloads

Download data is not yet available.

References

A Masyhur Effendi, 2010, HAM dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik dan Proses Penyusunan/Aplikasi HA-KHAM dalam Masyarakat, Bogor: Ghalia Indonesia.

Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Aristoteles, 2008, Politik (La Politica), Jakarta: Visimedia.

Bryan A Garner, 2009, Black's Law Dictionary, Ninth Edition, United States of America: Thomson Reuters.

F Budi Hardiman, 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas (Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas), Yogyakarta: Kanisius.

Franz Magnis Suseno, 1987, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius.

H Bagir Manan dan H Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Di Indonesia, Bandung.

Huijbers T, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius.

J Sudarminta, 2013, Etika Umum, Yogyakarta: Kanisius.

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Bandung: Alumni.

Junaiyah H Matanggui, 2013, Bahasa Indonesia Untuk Bidang Hukum Dan Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Koencoro Poerbopranoto, 1987, Sistem Pemerintahan Demokrasi, Bandung: Eresco.

Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia.

Lembaga Alkitab Indonesia, 2006, Alkitab Deuterokanonika, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003, Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia: Latar Belakang, Proses Dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1986, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi HTN Fakultas Hukum UI.

Nashr Hamid Abu Zaid, 2004, Hermeneutika Inklusif, Yogyakarta: ICIP.

Ni’matul Huda, 2010, Ilmu Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Nico Ngani, 2012, Bahasa Hukum & Perundang-Undangan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Plato, 2002, Republik, Jogjakarta: Bentang Budaya.

Polybius, The Rise Of The Roman Empire, England: Penguin Books.

Riri Narziyah, 2007, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek Di Masa Depan, Yogyakarta: FH UII Press.

Wasiat Jang BÄ•haroe Ija-Itoe SÄ•gala Kitab PÄ•rdjandjian BÄ•haroe, 1902, Amsterdam.

Wenly Ronald Jefferson Lolong, 2013, Pidana Mati (Refleksi Idealitas Pemidanaan), Surabaya: CV. R.A.De.Rozarie.

Published
2015-02-01
Section
Articles